Pernah dengar istilah “you are what you eat?” Dulu saya tidak paham atau lebih tepatnya tidak peduli dengan pepatah yang entah dari mana asalnya itu. Seingat saya, dari kecil saya paling tidak rewel tentang makanan. Bisa dibilang tidak ada pantangan makanan ataupun pilih-pilih makanan tertentu. Daging, seafood, sayur, buah, jajanan kaki lima, gorengan, semuanya masuk ke perut dan merasa tidak pernah ada masalah. Apalagi kalau sedang di luar kota, yang tidak boleh terlewatkan adalah wisata kulinernya. Saking senangnya makan, bisa 3 sampai 5 tempat makan berhasil dikunjungi dalam sehari demi memuaskan lapar otak dan lapar fisik.
Sampai saat ini pun saya masih suka makan. Lihat saja akun instagram saya, isinya pun didominasi oleh postingan makanan. Apalagi pernah punya riwayat sakit Mag waktu SMA, seolah-olah menjadi pembenaran punya hobi memasukkan makanan apapun ke dalam perut. Tentu saja alasannya supaya Mag tidak kambuh. Hasilnya, sekitar tiga tahunan lalu, pertama kalinya medical checkup ternyata banyak catatan dari hasil lab. Salah satunya adalah angka kolesterol dan asam urat yang jauh melebihi batas normal. Dari situlah saya mulai membaca artikel-artikel tentang kesehatan. Semakin panik waktu tahu bahwa kolesterol bisa memicu sakit jantung dan dikenal sebagai penyakit yang silent killer. Dari hasil baca-baca itu kesimpulan yang saya dapat adalah bahwa ternyata apa yang kita makan berhubungan erat dengan kualitas kesehatan kita.
Semakin ke sini saya semakin paham maksud dari “you are what you eat”. Entah harus bersyukur atau mengeluh yang jelas badan saya jadi lebih sensitif bereaksi. Misalnya jika hari ini saya kebanyakan makan kerupuk atau gorengan, dalam hitungan menit tenggorokan saya langsung gatal dan batuk-batuk. Jika makan-makanan yang bersantan dan jeroan dalam seminggu lebih dari 2 kali, maka badan akan terasa lebih berat dan tidak nyaman. Tantangannya sekarang saya harus pintar-pintar memilih makanan, bukan cuma yang diinginkan oleh mata dan pikiran tapi juga yang dibutuhkan oleh tubuh. Itu sebabnya sebelum keluar rumah, saya sudah menyiapkan makanan apa yang ingin saya makan hari ini. Meskipun belum sepenuhnya makan-makanan bersih atau clean eating, paling tidak saya mengimbanginya dengan makanan yang diperlukan oleh tubuh.
Untuk menjaga asupan makanan harian, upaya yang saya lakukan adalah dengan sesederhana membawa bekal makanan ke kantor. Biasanya saya menyiapkan bekal untuk makan siang dan cemilan sore. Paling tidak dengan memasak dan menyiapkan sendiri makanan yang akan kita makan, saya bisa memastikan beberapa hal ini:
- Menentukan jenis makanan yang ingin kita makan. Misalnya saya atau suami lagi kepingin makan pasta atau tumis kangkung dan ayam bakar atau sayur asam. Dengan nasi merah atau putih atau malah kentang atau jagung rebus saja.
- Memastikan kualitas bahan makanan yang kita makan. Paling malas kalau pesan makan di luar terus dapat lauk yang agak bau atau amis. Entah karena kurang bersih mencucinya atau memang bahan ikan atau dagingnya yang tidak segar.
- Menakar bumbu sendiri. Makanan di warteg atau di restauran memang jauh lebih enak rasanya, dibanding dengan makanan yang dimasak sendiri. Apalagi saya termasuk tipe yang tidak tega memasukkan terlalu banyak bumbu seperti penyedap, garam, vecin, ke dalam masakan yang saya masak.
- Membatasi pengolahan makanan yang dapat merusak kandungan bermanfaat dalam makanan. Misalnya masak tumis kangkung atau brokoli. Pastikan jangan terlalu lama memasak, agar kandungan vitamin dan serat masih bisa dimanfaatkan oleh tubuh. Ikan yang dibakar atau pepes jauh lebih baik dibandingkan dnegan ikan yang direndam minyak ketika digoreng.
- Mengatur komposisi dan variasi makanan. Memastikan setiap harinya ada karbo, protein, sayur, lemak baik, dan buah yang dibutuhkan oleh tubuh.
Contoh variasi bekal yang saya bawa ke kantor
Foto-foto di atas adalah sebagian dari menu makan siang yang saya bawa ke kantor. Hampir setiap hari saya membawa bekal ke kantor, meskipun beberapa kali tergoda untuk mencicipi menu lunch box yang disiapkan oleh kantor. hehee..
Adakah yang punya pengalaman dengan makanan dan kolesterol juga? atau harus jaga makanan karena disuruh diet sama dokternya? Jangan ragu-ragu juga kalau mau berbagi menu bekal di komen bagian bawah yah.. 🙂