Tentang resolusi tahun baru dan obsesi menjadi (kurus) sehat

Gambar : pixabay.com
Gambar : pixabay.com

Kebanyakan perempuan pasti pernah merasa kelebihan berat badan dan ingin terlihat tambah kurus. Entah yang timbangannya hanya ingin turun 1-2 kg, 5-10 kg, bahkan ada yang menargetkan turun berat badan lebih dari 20 kg. Motifnya beragam, ada yang karena ingin terlihat seksi di depan pasangan, terlihat seperti model Victoria Secret supaya bisa update status foto liburan dengan menggunakan baju renang two-pieces, ada juga yang ingin kurus supaya gampang cari ukuran baju brand favoritnya, tapi saya juga pernah bertemu dengan teman yang memang harus diet karena alasan kesehatan.

Untuk mencapai berat badan ideal versi masing-masing itu tentunya banyak upaya yang dilakukan, dari diet sehat sampai dengan diet ekstrim. Seorang teman pernah bercerita harus donor darah sebulan sekali untuk mempertahankan berat badannya. Atau kalau dia merasa beratnya sedikit saja naik, maka akan langsung pergi ke PMI. Menurutnya, dengan donor darah hasilnya bisa langsung terlihat timbangan berkurang 1-2 kg. Dengan catatan 12 jam sebelum dan sesudah donor darah hanya mengkonsumsi air putih.

Bagi saya sendiri, rasanya setiap kali saya menuliskan resolusi tahun baru, menurunkan berat badan hampir tidak pernah absen dalam list saya. Saking rutinnya berbagai cara diet pun pernah saya tempuh. Katakanlah dari upaya mengatur pola makan sesuai anjuran dokter, olah raga ekstrim, diet ekstrim seperti; diet mayo, diet karbo, diet gluten, hingga pergi ke klinik akupuntur. Hasilnya? Beberapa ada yang berhasil dan lainnya gagal. Diet yang saya lakukan kebanyakan tidak bertahan lama dan pada akhirnya kembali ke berat badan semula atau yang disebut dengan istilah yoyo.

Bertepatan dengan moment akhir tahun ini, ternyata diet kembali menduduki jajaran teratas dalam list resolusi 2016 saya. Tanpa sadar saya mengutuk diri sendiri kenapa saya seperti terjebak dalam lingkaran hitam yang tak kunjung henti. Seolah terobsesi ingin menjadi kurus terus menerus. Oke, sepertinya harus ada yang dibenahi pada mindset saya. Jika memang bertahun-tahun saya memiliki obsesi sama, berarti memang ada kesalahan pemahaman atau praktek saya jalani selama ini.

Gambar : pixabay.com
Gambar : pixabay.com

Mindset diet yang salah

Tiba-tiba saya teringat dengan saudara saya yang konsisten menerapkan gaya hidup sehat. Beliau pernah bilang hidup sehat itu kuncinya di pikiran kita. Kebanyakan orang memperlakukan olah raga, diet atau mengatur makanan seperti obat-obatan. Sama seperti orang yang sedang sakit maka akan mengkonsumsi obat supaya cepat sembuh. Misalnya ketika batuk, kita pasti minum obat batuk supaya batuknya hilang. Jika sudah merasa sembuh bukankah kita akan berhenti meminum obatnya? Dengan alasan yang sama saya menyadari sepenuhnya penyebab saya seolah terobsesi ingin kurus terus menerus.

Singkatnya begini polanya : merasa gendutan, berat badan naik – diet, olah raga – diet selesai – pola makan normal, lupa sama diet kemaren – tiba- tiba merasa gendutan lagi, liat timbangan eh udah naik lagi – diet lagi, olah raga lagi – diet selesai kembali ke pola hidup lama – loh kok kayanya badan ngga enak lagi – diet apa lagi yah kok kayanya diet yang kemaren ngga tahan lama. Duh kok capek yah kayanya harus diet mulu.. dan begitulah seterusnya hingga saya terjebak dalam labirin diet yang tak berkesudahan. Jadi memang benar, mindset saya yang perlu ditata ulang.

Ingin sehat atau kurus?

Sebulan yang lalu saya masuk meja operasi, karena diagnosis apendisitis atau usus buntu. Sebenarnya menurut dokter operasinya termasuk kategori sedang dan tidak perlu dikhawatirkan. Hanya saja memang harus langsung ditindak, supaya tidak membahayakan. Tetap saja, bagi saya yang baru pertama kali opname dan harus langsung dioperasi, seolah langit di atas kepala saya membentuk gumpalan hitam raksasa dan cuaca mendadak mendung di tengah hari yang terik. Rupanya setelah melalui serangkaian tes laboratorium dan konsultasi dengan dokter bedah, diketahui bahwa ternyata selama ini saya mengadopsi pola makan yang kurang bagus buat metabolisme tubuh saya, sehingga terjadi pembengkakan dan infeksi pada usus buntu. Beruntung menurut dokter infeksi belum menyebar dan pecah, sehingga tidak menjalar ke organ lainnya.

Gambar : pixabay.com
Gambar : pixabay.com

Pola hidup lebih sehat

Lantas bagaimana saya menjalani sisa hidup saya selanjutnya? Oke, pertanyaan ini memang agak lebay, tapi kalo dipikir lebih jauh lagi, pertanyaan tersebut menjadi relevan karena kita tidak tahu sampai kapan kita akan hidup. Satu hal yang ingin saya pastikan bahwa saya ingin memiliki kualitas kesehatan yang baik sepanjang hidup saya. Memang ada hal-hal yang tidak bisa saya kontrol, seperti takdir, jodoh, rezeki, sakit, kematian, tapi saya juga yakin ada banyak hal yang bisa saya lakukan untuk memiliki kualitas hidup yang baik. Dimulai dari apa yang bisa saya kontrol sepenuhnya, seperti apa yang saya makan untuk tubuh saya hari ini, apa yang saya serap untuk pikiran saya, dan hal-hal positif apa yang bisa saya lakukan hari ini. Cara terbaik untuk menerapkannya adalah menjadikannya sebagai kebiasaan dan rutinitas sehari-hari bukan sebagai obat atau penyembuh rasa sakit.

Demikianlah akhirnya saya memutuskan untuk membuat catatan perjalanan dan pengingat lewat blog ini, sebagai upaya untuk mencapai hidup sehat berkelanjutan bukan semata-mata agar kurus. Karena kebutuhan setiap orang adalah menjadi sehat, bukan kurus. Lagi pula bukankah merawat kesehatan tubuh dan pikiran adalah cara terbaik untuk mensyukuri nikmat-Nya?

*Kalo kamu punya pengalaman yang sama, tips, atau pernah strugling dengan berat badan dan kesehatan, tinggalkan komen di bawah sini yah! 🙂

5 Comments

Leave a Reply